Menjadi orang tua adalah perjalanan penuh warna, tawa, tangis, dan rasa bangga yang menyelip di setiap hari. Dalam episode podcast bersama Deddy Corbuzier, Dr. Shefali Tsabary, psikolog klinis dan pionir conscious parenting, mengajak kita melihat bahwa pengasuhan sejati bukan soal mengatur anak, melainkan tumbuh bersama dalam cinta dan kesadaran. Percakapan mereka membuka mata, bahwa hubungan hangat lahir dari keberanian kita menjadi diri sendiri.
Bayangkan jika setiap interaksi dengan anak menjadi momen saling mengenal hati, bukan sekadar runutan perintah. Dr. Shefali menegaskan, “When you parent, it’s crucial you realize you aren’t raising a ‘mini‑me,’ but a spirit throbbing with its own signature.” Sebuah prinsip sederhana tapi mendalam, bahwa anak adalah jiwa unik, bukan bayangan kita.
Dalam percakapan tersebut, Dr. Shefali menyoroti pentingnya kesadaran diri dalam pengasuhan. Menjadi orang tua bukan sekadar mendidik anak agar patuh, tetapi menciptakan koneksi yang tulus dan membebaskan anak untuk menjadi dirinya sendiri. Orang tua perlu berhenti sejenak dari rutinitas untuk melihat ke dalam diri: sudahkah kita mengasuh dengan hati yang penuh kesadaran, atau sekadar mengulang pola lama yang tanpa sadar kita warisi?
Salah satu pesan utama Dr. Shefali adalah pentingnya membangun hubungan berbasis koneksi, bukan kontrol. Ketika orang tua terlalu fokus pada mengatur atau mendikte, anak bisa merasa tertekan dan menjauh. Sebaliknya, dengan mendengarkan dan menghargai emosi anak, hubungan yang hangat dan saling percaya dapat terjalin. Anak pun tumbuh menjadi pribadi yang lebih terbuka dan percaya diri.
Ego orang tua sering kali menjadi hambatan terbesar dalam proses ini. Dr. Shefali mengingatkan agar orang tua mengenali kapan ego mulai mendominasi pola asuh, entah itu berupa keinginan agar anak selalu menurut, rasa gengsi, atau ketakutan akan penilaian orang lain. Dengan menyadari dan menurunkan ego, orang tua dapat lebih hadir secara emosional dan membangun ikatan yang tulus dengan anak.
Komunikasi juga menjadi kunci utama dalam membangun hubungan sehat. Anak-anak, terutama di usia dini, butuh didengar secara emosional sebelum diajak berpikir logis. Validasi sederhana seperti, “Ibu/Ayah tahu kamu sedang sedih karena…” bisa membuat anak merasa dipahami. Setelah itu, mereka lebih siap untuk mendengarkan arahan atau solusi.